Perjalanan sejarah demokrasi di
Pada tahun 1998 merupakan tonggak sejarah dalam perjalanan demokrasi
Perjuangan mahasiswa dalam perjalanan demokrasi negara, ternyata diterapkan juga di lingkungan kampus. Di tahun yang sama mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan pertemuan yang menghasilkan bahwa di setiap kampus perlu dibentuk badan eksekutif sebagai pelaksana terhadap aspirasi mahasiswa yang dikenal dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan suatu badan yang berfungsi sebagai pengontrol lembaga eksekutif yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) atau Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Sedangkan lembaga yudikatifnya di lingkungan kampus tidak ada, karena terbentur dengan sistem birokrasi rektorat.
Hal yang sama juga terlihat adanya pemilu pada kampus untuk memilih ketua BEM dan mahasiswa yang akan duduk di DPM, sebagaimana pemilu negara untuk memilih presiden dan anggota DPR. Pemilu kampus pun juga menggunakan sistem kepartaian yang berisikan mahasiswa yang memiliki ideologi, visi, misi yang sama. Dari pengamatan, terdapat beberapa poin penting pada sistem partai dalam pemilu kampus, antara lain:
Pertama, partai menjadikan pemilu lebih menarik. Kita sadari bahwa kondisi mahasiswa saat ini sangat apatis. Maha-siswa terlalu disibukkan dengan aktivitas perkuliahan, tugas-tugas kuliah, sehingga lupa akan interaksi sosial dengan kelembagaan-kelembagaan mahasiswa. Hal tersebut tentu saja fungsi kontrol maha-siswa dan regenerasi terhadap kelembagaan mahasiswa tidak berjalan sepenuhnya. Dengan adanya partai diharapkan mening-katkan mahasiswa untuk ikut berperan serta dalam kelembagaan mahasiswa dan mempermudah regenerasi kelembagaan.
Kedua, partai menjadikan persaingan dalam pemilu lebih besar. Dengan banyaknya partai yang mengikuti pemilu kampus, tentunya persaingan pun lebih besar. Di sini akan terlihat cara-cara yang dilakukan partai untuk memenangkan pemilu, apakah “sehat” sesuai dengan prosedur-prosedur yang ditentukan atau tidak. Karena bukan hal mustahil terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemilu. Peran mahasiswa sangat diperlukan dalam hal ini untuk fungsi kontrol pemilu.
Ketiga, partai mencerminkan ideologi mahasiswa. Kita tidak dapat pungkiri bahwa terdapat ideologi-ideologi yang berkem-bang di kalangan mahasiswa, dan biasanya dari kesamaan ideologi itulah muncul partai-partai mahasiswa. Dengan demikian terlihat jelas ketika terdapat calon-calon ketua eksekutif maupun legislatif, mahasiswa sebagai pemilih dapat mengetahui latar belakang, asal, dan siapa yang berada di belakang si calon tersebut.
Dengan keterbatasan yang ada mahasiswa telah berhasil menerapkan sistem kene-garaan di lingkungan kampus, meskipun tidak mutlak sepenuhnya. Kita dapat mengatakan bahwa kampus merupakan sebuah replika kecil dari negara. Tetapi yang jadi pertanyaan adalah apakah demokrasi kampus sudah berjalan dengan semestinya? Apakah pemilu kampus sudah berjalan dengan transparan dan jujur? Apakah lembaga dan partai mahasiswa sudah mewakili aspirasi mahasiwa ataukah hanya aspirasi sekelompok golongan? Hal tersebut tentunya harus kita sadari bersama fungsi dan peran kita sebagai mahasiswa sebagai kaum muda yang bertindak dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan intelektual. Wallahua’alam bishowab.