Sabtu, 12 Juli 2008

Artikel

Mahasiswa dan Demokrasi

Oleh : Nugroho Budhi Santoso

Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa pada tahun 1998. Ketika rezim orde baru berkuasa kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, menyam-paikan aspirasi sangat dibatasi apalagi ketika aspirasi-aspirasi yang menyangkut pemerintahan pada saat itu. Tidak sedikit para aktivis yang ditangkap dan dijebloskan ke penjara karena suara vokalnya.

Pada tahun 1998 merupakan tonggak sejarah dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Sejak jatuhnya rezim orde baru berganti dengan era reformasi, kebebasan masyarakat untuk mengeluarkan pendapat, berserikat, berkumpul, menyampaikan aspi-rasi, dijamin sepenuhnya oleh pemerintah dalam undang-undang. Perubahan demo-krasi yang begitu dahsyatnya itu tidak lain merupakan hasil perjuangan mahasiswa. Banyak pengamat menilai bahwa per-juangan mahasiswa tersebut adalah murni sebagai gerakan mahasiswa tanpa di-boncengi pihak-pihak tertentu, karena per-juangan mereka didasari pada nilai-nilai intelektual dan moral.

Perjuangan mahasiswa dalam perjalanan demokrasi negara, ternyata diterapkan juga di lingkungan kampus. Di tahun yang sama mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan pertemuan yang menghasilkan bahwa di setiap kampus perlu dibentuk badan eksekutif sebagai pelaksana terhadap aspirasi mahasiswa yang dikenal dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan suatu badan yang berfungsi sebagai pengontrol lembaga eksekutif yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) atau Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Sedangkan lembaga yudikatifnya di lingkungan kampus tidak ada, karena terbentur dengan sistem birokrasi rektorat.

Hal yang sama juga terlihat adanya pemilu pada kampus untuk memilih ketua BEM dan mahasiswa yang akan duduk di DPM, sebagaimana pemilu negara untuk memilih presiden dan anggota DPR. Pemilu kampus pun juga menggunakan sistem kepartaian yang berisikan mahasiswa yang memiliki ideologi, visi, misi yang sama. Dari pengamatan, terdapat beberapa poin penting pada sistem partai dalam pemilu kampus, antara lain:

Pertama, partai menjadikan pemilu lebih menarik. Kita sadari bahwa kondisi mahasiswa saat ini sangat apatis. Maha-siswa terlalu disibukkan dengan aktivitas perkuliahan, tugas-tugas kuliah, sehingga lupa akan interaksi sosial dengan kelembagaan-kelembagaan mahasiswa. Hal tersebut tentu saja fungsi kontrol maha-siswa dan regenerasi terhadap kelembagaan mahasiswa tidak berjalan sepenuhnya. Dengan adanya partai diharapkan mening-katkan mahasiswa untuk ikut berperan serta dalam kelembagaan mahasiswa dan mempermudah regenerasi kelembagaan.

Kedua, partai menjadikan persaingan dalam pemilu lebih besar. Dengan banyaknya partai yang mengikuti pemilu kampus, tentunya persaingan pun lebih besar. Di sini akan terlihat cara-cara yang dilakukan partai untuk memenangkan pemilu, apakah “sehat” sesuai dengan prosedur-prosedur yang ditentukan atau tidak. Karena bukan hal mustahil terjadi kecurangan-kecurangan dalam pemilu. Peran mahasiswa sangat diperlukan dalam hal ini untuk fungsi kontrol pemilu.

Ketiga, partai mencerminkan ideologi mahasiswa. Kita tidak dapat pungkiri bahwa terdapat ideologi-ideologi yang berkem-bang di kalangan mahasiswa, dan biasanya dari kesamaan ideologi itulah muncul partai-partai mahasiswa. Dengan demikian terlihat jelas ketika terdapat calon-calon ketua eksekutif maupun legislatif, mahasiswa sebagai pemilih dapat mengetahui latar belakang, asal, dan siapa yang berada di belakang si calon tersebut.

Dengan keterbatasan yang ada mahasiswa telah berhasil menerapkan sistem kene-garaan di lingkungan kampus, meskipun tidak mutlak sepenuhnya. Kita dapat mengatakan bahwa kampus merupakan sebuah replika kecil dari negara. Tetapi yang jadi pertanyaan adalah apakah demokrasi kampus sudah berjalan dengan semestinya? Apakah pemilu kampus sudah berjalan dengan transparan dan jujur? Apakah lembaga dan partai mahasiswa sudah mewakili aspirasi mahasiwa ataukah hanya aspirasi sekelompok golongan? Hal tersebut tentunya harus kita sadari bersama fungsi dan peran kita sebagai mahasiswa sebagai kaum muda yang bertindak dengan mengedepankan nilai-nilai moral dan intelektual. Wallahua’alam bishowab.



Detail: Artikel

Senin, 07 Juli 2008

Menanti Gubenur Pengumbar Janji

Oleh : Turmuzi
Pesta demokrasi, pemilihan kepala daerah (PILKADA) di NTB sekitar beberapa bulan lagi akan segera tiba. Tentunya saat-saat semacam ini merupakan peristiwa dan momen paling bersejarah bagi masyarakat NTB. Dalam menentukan seorang figur yang nantinya diharapkan bisa membawa perubahan bagi masa depan NTB kearah kondisi yang lebih baik. Dan yang paling terpenting lewat PILKADA ini tentunya akan di jadikan sebagai bahan evaluasi sekaligus cermin bagi masyarakat NTB untuk melakukan introspeksi terhadap pemeritahan sebelumnya, dan mulai memompa semangat baru, untuk merancang semacam strategi baru di dalam memilih seorang figur untuk kepemimpinan berikutnya, yang memang sungguh-sungguh memiliki komitmen serta menjunjung tinggi apa yang di amanatkan rakyat, melalui implementasi secara rill dan berkesinambungan sesuai dengan amanat UUD 1945 “dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Memasuki detik-detik menjelang PILKADA ketika saatnya kampanye telah tiba, ketika masyarakat sedang berbahagia. di saat situasi semacam inilah, merupakan peluang yang paling di tunggu oleh para calon kontestan (Cagub dan Cawagub) lewat agen profesionalnya untuk bertindak sebagai penjual obral-obralan janji, bersaing dengan penjual lain mempromosikan prodak pemikiran mereka, sebagai prodak paling berkualitas serta menguntungkan. Strategi yang di tempuh untuk menarik perhatian dan simpatisan dari masyarakat berpariasi, dari kunjungan silaturrahmi yang di bingkai dengan acara pengajian akbar, maupun acara syukuran ke berbagai lembaga dan tokoh besar yang di anggap memiliki reputasi dan kharismatik tinggi, baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat.
Dan tidak jarang. Konon ceritanya untuk mempe-rerat tali silaturrahmi ukhuwan islamiah diantara calon kontestan dengan sang tokoh kharismatik di kalangan masyrakat. Tidak sedikit di antara calon kontestan melakukannya dengan meberikan sedikit sumbangan ala kadarnya. Yang dalam bahasa pesantrennya di sebut dengan amal jariah. Jumlahnya pun berpariasi, mulai dari satuan sampai puluhan…Rp…?. Namun perlu di pertanyakan. Ada apakah di balik sumbangan (amal jariah)?. Jadi teringat dengan lagunya Kaq Tuan Rhoma Irama (KKN). “Menyumbang sebenarnya menyumbang, menyumbang demi kemakmuran. Memberi sumbangan mengharap dukungan, itu namanya bukan menyumbang, untuk selanjutnya tinggal kenangan. Dan tidak jarang pula supaya hubungan ukhuwah islamiah diantara calon kontestan dengan sang tokoh kharismatik tetap untuh dalam PILKADA.
Sejumlah posisi surprise mulai di tawarkan bagi sang kharismatik, ataupun anggota keluarga, mulai dari tawaran sebagi ajudan sampai menjadi anggota dewan, sebagai tanda ucapan terima kasih. Terus bagaimana dengan masyarakat yang menjadi pengikutnya pak? mereka dapat apa?, wah kalau mereka itu cukup di do’akan masuk surga, dan di kasih sebuah bola, itu saja mmereka anggap lebih dari cukup. Lantas bagaimana tanggapan sang Tuan Guru?. Wah kalau masalah itu tanya saja sendiri pak!. Tetapi kalau dengar-dengar dari ustaz saya dulu. Katanya sih orang yang banyak melakukan amal kebaikan termasuk memberi sumbangan akan di lipat gandakan pahalanya dan besok akan di masukkan ke dalam surga (pastabikul khairot) firman Allah dalam Al’Qur’an. Tapi kok sumbangannya hanya pada waktu PIKADA saja? Mana kutau?.

Visi Mengumbar Janji
Praktek semacam ini memang bukan persoalan baru lagi, melainkan lagu lama yang sering kali di mainkan partai politik (PARPOL) dalam setiap pentas seni panggung sandiwaranya di tengah masyarakat. Baik itu di tingkat pusat maupun daerah. Karena langkah semacam ini dianggap sebagai sarana peling efektif, meraih dukungan dari masyarakat untuk mendapatkan kemenangan dalam setiap PEMILU maupun PILKADA. Karena kalau tokoh kharismatiknya sudah di pegang sudah pasti sang pengikut akan mengikuti dari belakang, tanpa harus menguras tenaga melakukan kunjungan ke setiap daerah. Sampai di sini dulu perjalanan kunjungan silaturrahmi ke tempat sang tokoh kharismatik. Mari kita tengok aktifitas lain daripada para calon kontestan untuk mendapatkan dukungan dan simpati masyarakat melalui cara yang memang sudah lazim di lakukan dalam setiap PEMILU maupun PILKADA.
Kalau kampanye memper-erat hubungan ukhuwah islamiah dengan masyarakat, untuk mendapatkan dukungan dalam PILKADA mendatang, cukup hanya di lakukan melalui kunjungan silaturrahmi dengan sang tokoh kharismatik. Lain lagi dengan strategi yang memang sudah lazim di lakukan para calon kontestan, dalam setiap PILKADA untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Strategi semacam ini merupakan tonggak paling besar, dan di nantikan masyarakat untuk secara lansunga, bisa bertatap muka dengan sang calon pemimpin idaman, sebagai kebanggaan, tumpuan harapan. sebagai agen prubahan menyongsong masa depan.
Tidak banyak yang mereka harapka kecuali hanya sekelumit harapan “Di bebaskan dari kemiskinan, dan kemelaratan, serta kesempatan menikmati pendidikan. Lain lagi dengan harapan calon kontestan yang memberi sumbangan demi mengharapkan dukungan. Melalui kampanye besar-besaran semacam inilah mereka (cagub dan cawagub) dengan segenap daya, upaya, dan usaha secara terus menerus mengamini supaya mendapatkan simpaati masyarakat. Salah satu diantaranya melalui visi dan misi penuh dan sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan mensejahterakan guna mewujudkan masyarakat adil makmur sesai dengan amanat UUD 1945.
Berbicara tentang visi dan misi, sebenarnya tidak pernah terlepas dari permainan politik yang jauh hari sebelumnya, memang sudah di rencanakam secara matang sebagai alat yang sifatnya hanya sebatas manipulasi, untuk mengelabui dan membuai para pendukungnya (masyarakat) dengan segudang iming-iming dan janji palsu. Akan lebih menarik kalau apa yang mereka wacanakan lebih layak di sebut sebagai dongeng sebelum tidur, karena memang praktek semaca ini merupakan bahasa manipulasi politik belaka, yang sudah sangat memuakkan untuk di dengarkan, penuh dengan kelicikan dan kebohongan, yang sering kali di lontarkan sang calon penguasa untuk meraih kursi kekuasaan yang penuh dengan kemunafikan.
Iironis sekali memang, bahwa betapapun kotor dan liciknya panggung perpolitikan yang di mainkan para penguasa, mau tidak mau kita sebagai bagian dari mahluk sosial kemasyarakatan harus ikut terjun ke dalamnya.Akan tetapi terlepas dari gambaran mengenai betapa kotor dan liciknya panggung perpolitikan dan kekuasaan di NTB saat ini, setidaknya akan bisa menjadi cermin, dan bahan refleksi bagi masyarakat. Bahwa sejatinya untuk bisa mewujudkan NTB mejadi daerah yang selama ini di bangga-banggakan sebagai daerah yang maju dan relegius,tentunya membutuhkan seorang figur yang benara mampu dan komitmen merealisasikan aspirasi masyarakat. Dengan hati nurani, bukan hanya pintar mengumbar janji. Semoga


Pengurus Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) RO’YUNA IAIN Mataram


Detail:
MAHASISWA Vs DEMOKRASI


Oleh : Dewi Oktarini


Mahasiswa sebagai civitas akedemika, identik dengan intelektualitas dan idealisme tinggi. Mampu menampilkan diri sebagai generasi pembaharu. Pioneer reformasi yang peka terhadap berbagai penderitaan yang melilit rakyat. Baik dari segi kesejahteraan maupun keamanan. Mahasiswa terus bergerak memperjuangkan hak – hak rakyat dengan mengelu-elukan demokrasi dan keadilan.
Mahasiswa tak hanya berwacana, tapi mampu membuktikannya melalui aksi-aksi nyata. Masih lekat diingatan bagaimana mahasiswa diseluruh belahan tanah air Indonesia bersatu. Berjuang merobohkan rezim Suharto, mei 1998 silam. Untuk memukul mundur Soeharto, mahasiswa tak segan – segan mengorbankan nyawanya seperti yang terjadi pada tragedi trisakti.
Kesuksesan mahasiwa tersebut membuat semua pihak begitu memperhitungkan keberadaan mahasiwa hingga saat ini. Tidak hanya itu, sampai saat ini mahasiswa masih aktif dalam menyikapi berbagai kebijakan pemerintah. Seperti kenaikan BBM yang sangat mencekik rakyat atau tidak kunjung dipenuhi anggaran pendidikan 20 %. Meski demikian, dari hari kehari gaung mahasiswa semakin memudar. Idealisme yang tinggipun seiring waktu mulai terkikis. Mahasiswa tidak sekeritis dulu.
Bahkan yang sangat kontras baru-baru ini, ketika beberapa buletin kampus mengangkat masalah kebobrokan BEM, MPM, dan DPM. Lembaga yang katanya mewakili mahasiswa terindikasi kecurangan pada pemilihan umum presiden mahasiswa (PRESMA). Bahkan sampai terjadi kesenjangan antara kaum minoritas dan mayoritas di republik mahasiwa. Tentu sangat tidak etis sekali jika mahasiswa yang dipercaya sebagai generasi pembaharu, melakukan tindakan disebut di atas.
Seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan demokrasi tidak melakukan kecurangan – kecurangan seperti itu. Mengingat mahasiswa adalah penerus – penerus bangsa yang identik dengan intelektualitas dan idealisme tinggi. Mahasiswa dikenal sebagai generasi perubahan. Generasi yang diharapkan mampu menelurkan ide – ide cemerlang. Bisa membawa bangsa ini bangkit dan terlepas dari berbagai keterpurukan sehingga terbentuklah suatu Negara yang aman, damai dan sejahtera.
Jadi sangat wajar jika pada akhirnya 10 tahun pasca reformasi bangsa tercinta belum menunjukan perubahan yang signifikan. Padahal tak jarang yang duduk dibirokrasi saat ini adalah mahasiwa-mahasiwa yang dulunya aktif turun ke jalan menggaung – gaungkan kebobrokan politik dan birokrasi yang membuat rakyat menderita.
Begitu memalukan tentunya ketika ada orang – orang berteriak lantang menyuarakan keadilan tapi ketika diberi kesempatan untuk menentukan kebijakan dia berlaku tidak adil. Parahnya, yang lebih memalukan lagi mereka berasal dari golongan – golongan intelek idealis yang di percaya masyarakat sebagai generasi pembaharu yang mampu membawa perubahan sehingga Indonesia bisa keluar dari keterpurukan. Sehingga tak heran kalau banyak pihak yang kemudian meragukan mahasiswa dan berwacana aksi mahasiwa tidak untuk rakyat semata tapi ada kepentingan dari pihak – pihak tertentu atau sekedar sarana untuk berpolitik praktis.
Karena itu sudah seharusnya mahasiswa merapatkan lagi barisan untuk mengevaluasi diri dan memurnikan kembali identitas kita sebagai mahasiswa yang menjunjung tinggi tridarma perguruan tinggi yang mengutamakan intelektualitas dan kepentingan – kepentingan rakyat sehingga dengan sendirinya image mahsiwa sekedar cari pamor semata akan lenyap. Dan untuk mewujudkan itu semua tentunya dibutukan komitmen yang kuat dan ikatan ukhuwah yang benar – benar solid.
Penulis adalah Akitivis Pers Mahasiswa
(LPM) RO'YUNA IAIN MATARAM


Detail:

Rabu, 02 Juli 2008

REPLEKSI

Merenungi Nasib NTB di Pusaran Pilkada

Sore itu sepulang dari Lombok Timur saya melihat salah satu calon dan wakil gubernur sedang kampanye di lapangan umum mataram. Kurang lebih dari 1000 orang tumpah di sana menyemangati kedua calon sembari berteriak “hidup-hidup…….”. bersamaan dengan itu, pada malam harinya tak sengaja saya dan kawan-kawan mahasiswa bertemu dengan tim sukses salah satu calon gubernur, kebetulan juga saat itu saya dan kawan-kawan lagi duduk berdiskusi di udayana. Sedikit basa-basi sambil perkenalan, kami pun berdiskusi dengan tim sukses dari salah satu calon gubernur tersebut. Dengan semangat yang menggebu-gebu dia dengan halus mengajak kita untuk memilih salah satu calon yang dimaksud. Dikemukan bahwa salah satu calon yang dimaksud sangatlah cocok untuk memajukan NTB. mulai dari pendidikan, ekonomi, budaya, sampai kesejahteraan rakyat semuanya dikupas seolah-olah calon yang dimaksud sempurna dalam memikirkan rayat NTB. Memang kami sengaja memancing pembicaraannya berharap malam itu si tim sukses meneraktir kami. He..hee..

Mikirnya saya, itu hal yang wajar bagi seorang tim sukses mendukung calon yang menjanjikan kesejahtraan bagi dirinya. Bagai mana tidak, misalnya kalo tim sukses dijanjikan sepada motor ato rumah tentu dimana-mana dia akan berkoar-koar kalau si calon yang dimaksud paling bagus dan cocok untuk dipilih. Bukan begitu...?

Selain itu pula mengingat perjalanan politik yang dilalui oleh semua calon gubernur dan wakil gubernur tentu sudah banyak menguras tenaga dan materi. Itung saja misalnya, mulai pertama sosialisasi percalonan samapai sekarang. beberapa miliar yang dikeluarkan..?. trus besok kalo sudah jadi gubernur bagaimana dong...?.

Detail: REPLEKSI
◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2011 Rumah Inspirasi is proudly powered by blogger.com | Design by Tutorial Blogspot Published by Template Blogger